Latest News
Saturday, June 2, 2012

Sinkretisme Bagi Agama Kristen

Sinkretisme adalah upaya untuk penyesuaian pertentangan perbedaan kepercayaan, sementara sering dalam praktek berbagai aliran berpikir. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain.

Sinkretisme juga terjadi umumnya di sastra, musik, memperwakilkan seni dan lain ekspresi budaya. (Bandingkan konsep ekslektikisme.) Sinkretisme mungkin terjadi di arsitektur, sinkretik politik, meskipun dalam istilah klasifikasi politik memiliki arti sedikit berbeda.
sinkretisme juga sering disebut sevagai suatu istilah yang menunjukkan faham yang sangat mencolok mewarnai kebudayaan dunia lebih-lebih menjelang berakhirnya abad ke-20 ini, soalnya dalam segala bidang sinkretisme sudah menanamkan pengaruhnya.

Menggunakan kriteria tiga gelombangnya Alvin Toffler1 , kita dapat melihat bahwa pada Era Agraris (sebelum AD-1700), kelompok-kelompok manusia hidup secara eksklusif dalam budaya agraris dengan peguyuban yang kuat yang cenderung menolak pengaruh dari luar. Situasi kemasyarakatan dan budaya demikian bisa disebut sebagai Small is Beautiful.

Pada Era Industri (AD 1700-1960) kita melihat adanya kecenderungan pluralisme yang kuat dimana terjadi proses akulturasi karena berkembangnya budaya-budaya kota industri yang cenderung menggugurkan homogenitas era agraris dan menggantikannya dengan heterogenitas era industri. Konsep paguyuban yang tertutup berubah menjadi patembayan yang terbuka. 2 Situasi kemasyarakatan dan budaya demikian kemudian disebut sebagai Big is Beautiful.

Para Era Super Industri atau Informasi (pasca AD 1960) rupanya pluralisme tidak membawa damai pada sub-sub kelompok, itulah sebabnya pada era pasca 1960 kita melihat bangunnya kecenderungan untuk kembali kepada kehidupan homogenitas ditengah-tengah heterogenitas yang tidak bisa ditolak. Homogenitas menjadi pegas pengaman kehidupan plural heterogenitas yang tidak tertahankan. Situasi kemasyarakatan dan budaya demikian dijuluki oleh Toffler sebagai Small in Big is Beautiful. Situasi pasca 1960 demikian jelas diuraikan oleh John Naisbitt dalam buku karyanya Megatrends 2000 3 dimana ditengah-tengah era informasi dan pluralisme timbul kembali kecenderungan bangkitnya kelompok-kelompok yang dipimpin pemimpin yang otoriter dan fundamentalistis, dan bangkitnya gerakan zaman baru. Gerakan terakhir inilah yang pengaruhnya kuat menghasilkan budaya-budaya campuran yang bersifat sinkretistik. Apakah Sinkretisme itu?

Sinkretisme disebut dalam kamus sebagai "penyatuan aliran" 4 sedangkan istilah ini dalam hal agama oleh Berkhof dan Enklaar disebut "Mencampuradukkan agama-agama ini disebut sinkretisme" 5. Josh McDowell dalam bukunya menyebut bahwa "Syncretistic" berarti "tending to reconcile different beliefs, as philosophy and religion". 6 Dari beberapa kutipan tersebut dapatlah dimengerti bahwa Sinkretisme dalam agama adalah usaha penyatuan dan pencampuradukkan berbagai-bagai faham agama dengan kecenderungan untuk mendamaikan faham-faham itu.

Sinkretisme Dalam Sejarah Gereja

sepanjang sejarah gereja, sejak dari awal berkembangnya kekristenan, sinkretisme antara Injil yang diberitakan gereja dan agama-agama lain memang sering terjadi, karena itu sebelum kita melihat hubungan antara keduanya, kita lihat terlebih dahulu apakah Injil itu?

Injil yang diterjemahkan dari bahasa Yunani evangelion adalah "kabar baik" yaitu "kabar baik tentang Yesus Kristus" yang tentunya kita pelajari dari Alkitab sebagai Firman Tuhan. Rasul Paulus dalam suratnya mengatakan bahwa "...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya..." (Roma 1:16). Dari sini jelas bahwa yang dipersoalkan sebagai Injil dan sinkretisme adalah penyatuan dan pencampur-adukkan jalan keselamatan dalam Yesus Kristus dengan jalan keselamatan yang diberitakan agama-agama atau faham-faham lain.

Kekristenan lahir dan berkembang dalam kekaisaran Romawi dimana digunakan bahasa Yunani Koine sehingga pengaruh budaya Graeco-Roman (Yunani-Romawi) tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan akan Injil, bahkan sekalipun Injil bisa didengar secara langsung dari mulut Yesus, pada masa Yesus hidup pun sinkretisme dengan tradisi turun temurun tidak terelakkan. Tuhan Yesus berfirman:

"Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Mar. 7:6-8).

Memang sinkretisme dengan tradisi adalah yang paling umum terjadi bahkan semasa Yesus hidup pun, dan konsekuensinya disamping ajaran yang campur aduk, sering terjadi bahwa adat istiadat tradisi lebih diutamakan dari Injil Allah.

Dalam Kisah Para Rasul kita melihat bahaya sinkretisme bisa kita lihat dalam pelayanan Filipus di Samaria. Filipus mengabarkan "Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus" (Kis. 8:12), tetapi seorang tukang sihir bernama Simon mengajarkan "Kuasa Besar" (Kis. 8:10) dan sekalipun ia telah mengaku percaya dan dibaptis ia masih berpandangan sinkretistik dimana konsepnya mengenai Injil masih dicampur adukkan dengan konsepnya mengenai Kuasa Besar. Halmana membuat marah Petrus dan Yohanes sehingga ia ditengking agar:

"Bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan." (Kis. 8:22)


Paulus dalam perjalanan Pemberitaan Injilnya sering menghadapi jerat-jerat sinkretisme seperti misalnya di Atena dimana ia menghadapi penyembah berhala dan golongan Epikuri yang bercirikan rasionalisme dan Stoa yang bercirikan mistisisme (Kis. 17:16-34), dan di Efesus ada godaan penyembahan dewi Artemis (Kis. 19:21-40). Tetapi Rasul Paulus dengan tegas memberitakan Injil yang benar dan "ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya" (Kis. 17:18), dan bahwa "Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia." (Kis. 17:24).

Sinkretisme dengan berhala-berhala Romawi dikritik Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma (1:18-32), bahkan dalam jemaat Korintus, Paulus menghadapi sinkretisme dengan Rasionalisme (1Kor. 1:18-2:5) tetapi tidak lepas adanya sinkretisme dengan tradisi penyembahan berhala (1Kor. 8). Dalam suratnya kepada jemaat Galatia, Paulus mengingatkan bahaya sinkretisme dengan adat istiadat Yahudi dan Tauratisme (Gal. 2-3). Dalam suratnya pada jemaat di Kolose, Rasul Paulus mengatakan:

"Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." (Kol. 2:8)

Menghadapi kecenderungan yang sinkretistik dengan faham-faham filsafat menurut ajaran tradisi dan roh-roh dunia itu, dengan tegas rasul Paulus mengingatkan jemaat di Kolose agar tetap berpegang kepada Kristus:

"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur." (Kol. 2:6-7)

Rasul Yohanes dalam kitab Wahyu menghadapi ketujuh sidang jemaat di Asia kecil yang berada dalam godaan sinkretisme dengan berbagai-bagai ajaran, tetapi ia selalu mengatakan agar umat Kristen "tidak meninggalkan kasih yang mula-mula ... agar setia sampai mati ... dan menang!" (Wah. 2-3).

Pasca Perjanjian Baru, pada abad ke-II ketika Injil meluas dan diterima bangsa-bangsa yang termasuk Pax-Romanum (Romawi Raya), disamping godaan sinkretisme dengan kepercayaan akan berhala-berhala Romawi, godaan besar juga terjadi dengan adanya pengaruh-pengaruh agama timur yang sifatnya eksotis dan pantheistik(agama alam) yang berasal dari daerah jajahan sebelah timur Laut Tengah.

Orang-orang Romawi dan Yunani yang cenderung bersikap rasional khususnya pada abad-abad ke-I s/d III memperoleh tantangan sinkretisme agama yang bersifat mistis yang mengajarkan kelepasan yang dikejar dengan usaha pertarakan (askese) . Agama timur itu cenderung melakukan praktek "bertarak, menahan diri, mematikan hawa nafsu daging, dan dengan mengambil bagian dalam bermacam-macam tahbisan dan lain-lain upacara rahasia." 7. Agama demikian biasa disebut tergolong Pantheisme yang dualistis. Begitu kuatnya agama timur itu sehingga Plato yang hidup 400 tahun sebelum Kristuspun terpengaruh pantheisme timur ini yang menggarami pandangan filsafatnya.

Umat Kristen yang hidup dalam budaya Romawi dan Yunani tidak lepas dari godaan sinkretisme dengan faham-faham Pantehisme Timur itu pula, dan bagi orang Kristen yang terpelajar, pengaruh falsafah Platonis juga cukup banyak pengaruhnya pada mereka.

Salah satu sinkretisme yang dualistik-pantheistik berusaha menggabungkan filsafat Barat dengan agama Timur adalah gnostik , yaitu ajaran tentang gnosis. Yang dimaksudkan dengan gnosis yang aslinya berarti pengetahuan, disini dimaksudkan sebagai "hikmat tinggi yang rahasia dan tersembunyi tentang asal dan tujuan hidup manusia." 8

Ajaran gnostik ini cukup mempengaruhi gereja Kristen yang mula-mula, karena pada hemat mereka berita Injil terlalu sederhana. Khususnya golongan terpelajar ingin mencari hikmat yang lebih dalam, lebih indah dan penuh rahasia. Oleh sebab itu mereka mulai menafsirkan Injil secara alegoris, dan dengan demikian mereka menukarkebodohan salib dengan hikmat dunia. 
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Sinkretisme Bagi Agama Kristen Rating: 5 Reviewed By: Unknown